Dua Warisan Budaya Buton Selatan Lolos Seleksi Warisan Budaya Tak Benda Nasional

0
77
Tari Fomani di Kecamatan Siompu. (Foto: Istimewa)

HELIONEWS, Batauga – Kabupaten Buton Selatan kembali mencatat prestasi membanggakan dalam upaya pelestarian budaya daerah. Dua dari empat usulan Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) dari Buton Selatan berhasil masuk dalam daftar penilaian tingkat nasional oleh Kementerian Kebudayaan RI.

Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buton Selatan, La Ode Haerudin, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengusulkan empat elemen budaya untuk diakui sebagai WBTb, yakni Kariyaa Liwu Burangasi, Simpowine Songia, Tari Fomani, dan Meta’ua.

“Dari empat usulan tersebut, dua yang lolos seleksi nasional yaitu Tari Fomani dan Meta’ua. Saat ini keduanya sedang dalam proses penilaian di Jakarta,” kata Haerudin kepada wartawan saat acara adat Pekande-kandea di Rumah Jabatan Bupati Buton Selatan belum lama ini.

Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buton Selatan, La Ode Haerudin. (Foto: IST)

Ia mengungkapkan, proses pengusulan tersebut telah dimulai sejak Maret 2025. “Kami berharap semoga keduanya bisa ditetapkan secara resmi sebagai Warisan Budaya Tak Benda tingkat nasional. Ini akan menjadi kekayaan budaya Buton Selatan yang harus terus dijaga dan dilestarikan,” ujarnya.

Tari Fomani dan Meta’ua berasal dari wilayah Siompu. Tari Fomani dikenal sebagai tarian perang yang berakar dari zaman Kerajaan Majapahit, menggambarkan keberanian dan ketangguhan prajurit. Sementara Meta’ua merupakan ritual adat yang sarat nilai kebersamaan dan syukur, ditandai dengan prosesi makan bersama.

Kedua usulan tersebut sebelumnya sempat diminta untuk dilakukan perbaikan dokumen oleh kementerian, dan telah disempurnakan serta diserahkan kembali pada 10 Juli 2025.

Dalam waktu dekat, Tari Fomani juga akan ditampilkan dalam agenda Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) yang digelar di Yogyakarta. Kegiatan tersebut akan diikuti oleh 75 daerah se-Indonesia, termasuk empat daerah dari Sulawesi Tenggara, yakni Kota Baubau, Kabupaten Muna, Buton Utara, dan Buton Selatan.

“Buton Selatan baru tahun ini mengajukan WBTb karena proses pengumpulan dokumen dan data cukup sulit, apalagi jika penutur budaya atau pelaku adatnya sudah tidak ada,” jelas Haerudin.

Pengusulan dan pengakuan ini menjadi langkah awal penting dalam melestarikan kekayaan budaya lokal serta memperkenalkan warisan leluhur kepada generasi muda dan masyarakat luas.

Penulis: Kasim

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini