HELIONEWS, BATAUGA – Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Buton Selatan mengakui tengah menghadapi dilema besar dalam menindaklanjuti Keputusan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2025, khususnya Diktum 7 poin b, yang memberi ruang bagi daerah untuk mengangkat Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu sesuai kemampuan anggaran.
Kepala BKPSDM Buton Selatan, La Ode Firman Hamzah, mengatakan kebijakan tersebut menjadi harapan baru bagi ribuan tenaga honorer yang sudah lama mengabdi. Namun, pemerintah daerah juga tidak bisa menutup mata terhadap kondisi fiskal yang terbatas.
“Secara regulasi, memang ada peluang besar bagi honorer untuk diangkat sebagai PPPK paruh waktu. Tapi di sisi lain, kita harus realistis karena APBD kita punya keterbatasan sebagaimana umumnya daerah lainnya di Indonesia. Sebagian besar anggaran sudah terserap untuk belanja wajib seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur,” jelas Firman, Selasa (19/8/2025).
Menurutnya, apabila penerimaan PPPK dilakukan tanpa perhitungan matang, dikhawatirkan akan membebani keuangan daerah dan berdampak pada terhambatnya program pembangunan. “Kita tentu ingin memberi keadilan bagi honorer, apalagi yang sudah puluhan tahun mengabdi. Namun, menjaga stabilitas fiskal juga sama pentingnya,” ujarnya.
Firman menegaskan Pemkab Buton Selatan akan berhati-hati dan tetap melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat sebelum mengambil langkah. “Ini bukan hanya soal administratif, tapi juga soal keberlanjutan pembangunan. Kita ingin kebijakan ini benar-benar bisa diterapkan dengan bijak, sesuai kemampuan daerah, tanpa mengorbankan program lain,” pungkasnya.
Dilema Keputusan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2025, khususnya Diktum 7 poin b dan kemampuan anggaran di daerah ini bukan hanya terjadi di Buton Selatan, melainkan terjadi di seluruh Indonesia. (Adm)